Persatuan dalam negara tidak hanya persatuan antar umat Islam atau bahkan hanya persatuan antar sesama anggota organisasi atau kelompok semata. Persatuan kita adalah persatuan seluruh rakyat Indonesia, demi kesatuan Negara Indonesia yang telah diperjuangakan oleh seluruh elemen bangsa Indonesia dari seluruh wilayah dan dari berbagai latar belakang agama serta suku bangsa.
Persatuan dan Kesatuan Indonesia hendaklah dibangun dengan kesantunan. Sebagaimana telah dicontohkan oleh para pendahulu kita di masa lampau. Salah satu “soko guru” (tiang utama) Masjid Agung Demak kita kenal dengan nama “soko/saka tatal”. Karena terdiri dari tumpukan potongan-potongan kayu (jawa = tatal) yang disusun dengan rapi kemudian disatukan dalam beberapa ikatan di beberapa bagiannya.
Potongan-potongan kayu yang disusun tersebut berasal dari berbagai daerah di Jawa kala itu, yang dibawa oleh beberapa utusan. Hal tersebut menandakan bahwa kekuatan sebuah ikatan yang disatukan dengan kesantunan (kebaikan), Insya Allah akan menghasilkan sebuah ikatan kesatuan yang kuat dan saling menguatkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
“Berjamaah (bersatu) adalah rahmat sedangkan berpecah-belah adalah adzab.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi Ashim).
Persatuan yang utuh adalah kesatuan global, yang berarti keseluruhan elemen yang ada saling berkumpul dan atau dikumpulkan serta terhubung satu dan lainnya dalam satu kesamaan pemahaman dan langkah. Seperti halnya melihat Indonesia secara utuh, sebagai bentangan pulau-pulau baik besar ataupun kecil namun saling terpaut satu dan yang lainnya dalam kesamaan pemahaman yang sama dan dalam gerak langkah perjuangan yang sama.
Allah SWT berfirman:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat adzab yang berat.” (QS. Ali ‘Imran :105)
Indonesia adalah negara yang meraih kemerdekaannya melalui perjuangan panjang. Banyak pihak yang terlibat di dalamnya, yang terdiri dari berbagai suku serta Agama dan aliran kepercayaan yang ada di Indonesia. Seluruh elemen bangsa Indonesia bersatu dalam kesadaran yang sama untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Inisiatif bersatu untuk meneguhkan kesatuan suku-suku serta agama dan aliran kepercayaan yang ada, dibuktikan oleh para pemuda pada Kongres Pemuda I dan II. Semangat persatuan mereka ikrarkan dalam sebuah sumpah bersama, yang kita kenal dengan Sumpah Pemuda yang merupakan hasil dari Kongres Pemuda di tahun 1928.
Sebagai umat Islam, berdakwah dalam menyampaikan risalah Islam merupakan kewajiban setiap muslim. Namun dalam mengajak kepada Agama Islam, kita tidak diperkenankan memaksa. Sebaliknya, yang harus kita lakukan adalah memberikan contoh yang baik agar orang lain yang bersama kita merasa damai dan terkesan yang akhirnya menghormati kita.
Allah SWT berfirman :
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ، فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا، وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya, “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh telah jelas antara jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karenanya orang yang mengingkari thaghut dan mengimani Allah, sungguh telah berpegangan pada simpul tali yang sangat kuat dan tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Baqarah : 256).
Dalam hal berdakwah-pun Allah SWT menyampaikan :
اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya, “Serulah (manusia) ke agama Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik; dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sungguh Tuhanmu adalah Dzat Yang Maha Mengetahui terhadap orang yang tersesat dari agama-Nya, dan Allah adalag Dzat Yang Maha Mengetahui terhadap orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” (QS. An-Nahl : 125)
Nahdlatul Ulama merupakan contoh kesantunan dakwah Islam dalam menjaga persatuan dan kesatuan sesama bangsa Indonesia. Dalam sebuah testimoni seorang arsitek Belanda bernama Karl von Smith yang ter-arsip rapi dalam Kitab Al-‘Allamah Muhammad Hasyim Asy’ari: Wadhi’Lubnah Istiqlal Indunisiya, Karya Muhammad Asad Syahab diceritakan tentang santunnya Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari membimbing arsitek tersebut hingga akhirnya bersyahadat memeluk Islam.
Beliau Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari berkata :
إِنَّكَ حُرٌّ فِي اخْتِيَارِ الدِّينِ الَّذِي تُرِيدُهُ وَتَرْتَضِيهِ لِنَفْسِكَ. وَأَنْتَ تَعْرِفُ الْإِسْلَامَ، فَاخْتَرْ لِنَفْسِكَ عَقِيدَةً وَدِينًا تُؤْمِنُ بِهِ بِشَرْطِ أَنْ يَكُونَ هَذَا اْلإِيمَانُ وَهَذِهِ الْعَقِيدَةُ مَبْنِيَيْنِ عَلَى عِلْمٍ وَدِرَايَةٍ وَوَعْيٍ وَيَقِينٍ بَعْدَ الدِّرَاسَةِ.
Artinya, “Sungguh Anda bebas memilih agama yang Anda kehendaki dan Anda relakan untuk diri Anda. Anda sekarang sudah mengenal Islam. Maka, pilihlah keyakinan dan agama untuk diri Anda yang Anda yakini, dengan syarat bahwa keimanan dan keyakinan ini harus dibangun atas dasar ilmu, analisis, kesadaran, dan keyakinan setelah benar-benar mempelajarinya secara tepat.”
Sikap santun dalam berhubungan antar sesama warga bangsa merupakan jalan terbaik dalam upaya menjaga persatuan. Saling menghargai dan menghormati antar sesama bangsa Indonesia dapat menguatkan satu sama lain. Hargailah sesama anak bangsa Indonesia sebagai saudara sebangsa kita. Bersatulah dalam membangun negara tercinta Indonesia, sebagaimana dahulu mereka para pendahulu kita saling bahu membahu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Saling berempati dalam bingkai kesatuan NKRI, seperti yang dilakukan oleh muda mudi Katolik di Nusa Tenggara Timur beberapa waktu lalu saat menyanyikan Mars Syubanul Wathan. Sebagaimana kita bangsa Indonesia menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan khidmat dan penuh hormat yang notabene diciptakan oleh seorang beragama Katolik bernama Wage Rudolf Supratman.
Begitu pula tercatat dalam sejarah, bagaimana persatuan kita umat Islam dan non-muslim (katolik) yang diterima baik sebagai kompi tersendiri dalam Batalyon III Laskar Hizbullah yang notabene merupakan Batalyon bentukan Nahdlatul Ulama. Sederetan nama para pejuang bangsa ini, berisi beragam latarbelakang suku dan agama. Jika dilihat sekilas, deretan nama-nama pahlawan kemerdekaan yang tercatat dalam sejarah memanglah berasal dari kaum muslimin. Karena Islam memang mayoritas di negara ini.
Dominasi mayoritas tersebut, tidak kemudian menjadikan umat Islam melupakan peran penting kaum agama lain yang juga berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beberapa nama selain WR. Supratman yang disebut sebelumnya, seperti Oerip Soemohardjo, Supriyadi, Slamet Riyadi, Adisucipto, TB. Simatupang, Wolter Monginsidi, Sam Ratulangi dan masih banyak lagi nama pejuang kemerdekaan non-muslim yang tidak hanya diapresiasi negara sebagai pahlawan nasional tapi juga diabadikan menjadi nama jalan dan universitas.
Di sisi lain, kewajiban berdakwah menyampaikan risalah Islam tetap harus kita tunaikan sebagai kewajiban. Namun dengan cara yang baik dan santun sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam QS. An-Nahl : 125 di atas. Kita adalah bangsa Indonesia yang santun. Khususnya kita warga Nahdlatul Ulama, seyogyanya selalu menjadi teladan dalam kesantunan berdakwah demi persatuan dan kesatuan NKRI. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari tersebut di atas.
Sikap kemasyarakatan warga Nahdlatul Ulama diantaranya adalah Tasamuh yang berarti toleran dalam berhubungan antar warga bangsa, merupakan bukti bahwa Nahdlatul Ulama adalah teladan dalam menjaga persatuan dan kesatuan. Begitu halnya dengan sikap Tawasuth yang merupakan perilaku moderat warga Nahdlatul Ulama di tengah masyarakat. Dapat menempatkan sesuatu sebagaimana mestinya, serta mampu memisahkan antara urusan dakwah ke-agamaan dan menjaga keutuhan bangsa demi keberlangsungan negara Indonesia.
Nahdlatul Ulama adalah cerminan keutuhan Indonesia. Semangat Nahdlatul Ulama dalam menjaga keutuhan NKRI setidaknya sudah tidak diragukan lagi. Sebagaimana seruan Jihad fii Sabilillah Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari yang disambut antusias oleh seluruh lapisan masyarakat yang di dalamnya juga termasuk pemeluk agama lain (non-muslim) yang memaknai seruan tersebut sebagai seruan bersatu demi kedaulatan negara Indonesia.
Nahdlatul Ulama akan tetap berperan sebagai teladan dalam kesantunan persatuan bangsa Indonesia. Nahdlatul Ulama untuk Indonesia dan Dunia, demi perdamaian dunia menuju peradaban dunia yang damai dan sejahtera.