Oleh: Dr. H. Abu Dzarrin al-Hamidy, S.Ag., M.Ag. Pengasuh PP Asshomadiyah Burneh Bangkalan Madura
Khutbah I (الخطبة الأولى)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ اَكْبَرْ (×9)
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ لَنَا عِيْدَ الْفِطْرِ وَ اْلأَضْحَى, أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ نِعْمَ الْوَكِيل وَنِعْمَ الْمَوْلَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَ مَنْ يُنْكِرْهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا. وَ صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَ حَبِيْبِنَا الْمُصْطَفَى، مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الْهُدَى، الَّذِيْ لاَ يَنْطِقُ عَنْ الْهَوَى، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى، وَ عَلَى اَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدقِ وَ الْوَفَا،
اما بعد: فيا ايها الحاضرون والحاضرات من المسلمين و المسلمات والمؤمنين والمؤمنات، اتقوا الله تعالى حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون فقد أفلح من تزكى وذكر اسم ربه فصلى واعلموا ان يومكم هذا يوم فضيل وعيد جليل وسماه الله تعالى يوم الحج الاكبر يجتمع فيه الحاج بمنى يستكملون مناسك الحج ويتقربون الى الله ويحبون سنة ابيهم ابراهيم بما يذبحون فى هذا اليوم العظيم من القرابين. وقد قال تعالى فى كتابه الكريم أعوذ بالله من الشيطان الرجيم: إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ )١( فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ )٢( إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ)٣(
Allahu Akbar 3X wa Lillah al-Hamdu, Ma‘ashir al-Muslimin wa al-Muslimat Rahimakumullah
Marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah begitu banyak memberikan kenikmatan, sehingga kita tidak mampu menghitungnya, karena itu sudah keharusan kita untuk memanfaatkan segala kenikmatan untuk mengabdi kepada-Nya sebagai manifestasi dari rasa syukur itu, khususnya di bulan Dzulhijjah tahun 1443 H. ini, yaitu salah satunya dengan melaksanakan ibadah haji, shalat Idul Adha, dan pemotongan hewan kurban di hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyriq. Perayaan Idul Adha Tahun ini sebagaimana yang kita rasakan terasa agak berbeda suasananya mengingat kita sekarang berada dalam masa transisi dari pandemi covid-19 menuju kondisi endemi. Mudah-mudahan segera menuju kondisi bebas pandemi, amin. Dalam kondisi ini seyogyanya kita tetap dalam suasana khidmat, bahkan semakin berusaha mendekatkan diri kepada Sang Khaliq, Allah swt, dan justru di sinilah moment distingsinya di mana kita merasakan perlindungan Allah swt yang begitu nyata. Kita betul-betul merasakan kehadiran Allah swt di mana pun kita berada. Pagi ini, alhamdulillah kita dalam kondisi sehat lahir-batin digerakkan menuju masjid yang penuh berkah ini, membuktikan Allah swt tetap memberikan hidayahNya kepada kita semuanya sehingga tidak ada pilihan lain bagi kita dan keluarga untuk terus merawat dan mempertahankan hidayahNya sampai akhir hayat kita.
Selawat dan salam kita sanjung-agungkan kepada Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para penerus risalahnya yang terus berjuang untuk tegaknya nilai-nilai Islam di muka bumi ini hingga hari kiamat nanti.
Allahu Akbar 3X wa Lillah al-Hamdu, Ma‘ashir al-Muslimin wa al-Muslimat Rahimakumullah
Sebagaimana dimaklumi ibadah haji, salat Idul Adha, dan kurban tidak bisa dilepaskan dari sejarah kehidupan Nabi Ibrahim as, karenanya sebagai teladan para Nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW. Teladan Nabi Ibrahim as harus kita pahami untuk selanjutnya kita terapkan, betapa dalam keadaan seberat apapun, hidup di tengah-tengah padang pasir yang tidak ketulungan panasnya, belum lagi pada saat beliau menghadapi penguasa atau raja yang dzalim, Raja Namrud namanya, ia tetap konsisten dalam kesabaran guna merawat
hidayah Tuhan.
Untuk ini, marilah kita mencoba menaladani semuanya dalam kehidupan sekarang dan masa yang akan datang. Oleh sebab itu, tema khutbah yang kiranya relevan dengan situasi terkini ini berjudul “Merawat Hidayah Menggapai Hikmah”.
Allahu Akbar 3X wa Lillah al-Hamdu, Ma‘ashir al-Muslimin wa al-Muslimat Rahimakumullah
Sesungguhnya ada tiga peristiwa penting yang tidak bisa lepas dari prosesi pelaksanaan Hari Raya Idul Adha. Ketiga peristiwa ritual ibadah tersebut adalah pelaksanaan ibadah haji, salat ‘Id, dan penyembelihan hewan kurban, yang menjadi sejarah hari raya Idul Adha (hari Raya Kurban) itu sendiri. Tahun ini kita menyambut Idul Adha dengan tetap suka cita, walau masih dalam masa transisi covid-19 sebagaimana telah disinggung di atas. Semua yang terjadi di dunia tentu atas rencana dan ketentuan Sang Maha Kuasa. Karenanya umat Islam harus bijak dan senantiasa mengedepankan prasangka baik (husnudzan). Tentunya takdir Allah swt, ini tidak boleh serta-merta menurunkan semangat spiritual kita sebagai umat Islam. Kita harus meyakini bahwa selalu ada hikmah besar yang terkandung dari setiap ketetapan yang diberikan oleh-Nya.
Ibadah pertama dalam Idul Adha adalah pelaksanaan ibadah haji. Akibat Covid-19 yang mewabah di berbagai penjuru dunia yang lalu, sebagaimana diketahui pelaksanaan haji tersebut dihentikan sementara selama 2 tahun (2020-2021). Alhamdulillah tahun 2022 ini Pemerintah Arab Saudi membuka dan memulai kembali dengan memberikan kuota haji tahun 1443 H/2022 M ini ke Indonesia sebanyak 100.051 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 92.825 kuota haji reguler dan 7.226 kuota haji khusus. Sementara 2 tahun sebelumnya, tepatnya di tahun 2019, Indonesia mendapat jatah kuota 221.000 orang dengan rincian 204.000 untuk kuota haji reguler dan 17.000 untuk kuota haji khusus. Jadi perbandingannya jumlah jamaah haji Indonesia tahun 2022 ini dengan tahun 2019 separuhnya atau 50% lebih sedikit. Namun demikian, walau akhirnya masih menyisakan waiting list jamaah haji yang semakin panjang, hal ini harus tetap disyukuri oleh seluruh umat Islam dari seluruh dunia oleh karena pelaksanaan ibadah haji dapat dimulai kembali. Semoga ke depannya para pemegang kebijakan akan dapat menemukan solusi dalam mengatasi antrian tersebut, amin. Demikian pula calon jamaah haji dari seluruh penjuru dunia yang sudah masuk waiting list khususnya, senantiasa diberikan umur panjang dan kesehatan yang prima, amin.
Semua ini tentu terdapat hikmah yang besar yang bisa diambil dari fenomena ini, yaitu semakin kuatnya kesabaran dan kepasrahan. Pertama ujian kesabaran mari coba kita renungkan firman Allah dalam QS. Al-Anfal )8) ayat 46:
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Setiap orang yang sabar memiliki keuntungan tersendiri. Keuntungan dari orang yang bersabar adalah memiliki harapan dan tidak putus asa karena gagal dalam urusannya. Iman seseorang pun sangat kuat kaitannya dengan kesabaran. Kesabaran adalah sikap yang paling dibutuhkan dalam menjalankan ibadah haji, di dalamnya kesabaran juga bisa menjadi ukuran mabrur atau tidaknya haji yang dilaksanakan. Jadi ibadah haji merupakan ukuran ujian sabar atau tidaknya seseorang. Seluruh rangkaian ibadah haji itu membutuhkan kesabaran mulai dari menabung, saat pendaftaran, masa tunggu keberangkatan berpuluh tahun menunggu, saat berangkat, sampai dengan pelaksanaan dan kembali ke kampung halaman. Tanpa kesabaran, jamaah haji tidak akan mungkin mampu melewati rangkaian ibadah yang memerlukan kekuatan mental dan fisik seperti tawaf, sa’i, wukuf, dan melempar jumrah. Ini memberikan hikmah (pertama) kepada semua calon jamaah haji yang ditunda keberangkatannya, untuk semakin melatih kesabaran sebelum waktunya berangkat nanti. Kesabaran dalam menerima penundaan ini nantinya akan menjadi wasilah kemabruran haji kelak in sha Allah.
Allahu Akbar 3X wa Lillah al-Hamdu, Ma‘ashir al-Muslimin wa al-Muslimat Rahimakumullah
Hikmah berikutnya adalah munculnya jiwa yang pasrah atau tawakal kepada Allah swt. Allah swt, selalu menyandingkan lafal tawakal dengan orang-orang yang beriman. Ini menjadi indikator jika tawakal adalah hal yang sangat diagungkan dan hanya untuk orang mukmin dan merupakan bagian dari hati yang akan membawa seseorang pada jalan kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat. Terkait dengan hal ini Allah swt pun telah memberikan panduan, jika kita memiliki tekad bulat dalam melaksanakan sesuatu, maka kita harus pasrah diri kepada-Nya. Dalam QS. Ali ‘Imran (3) ayat 159 dinyatakan:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”
Ditundanya pelaksanaan ibadah haji tahun 2 tahun yang lalu, para calon jamaah haji harus yakin dan pasrah pada Allah karena ini juga merupakan ketetapan Allah. Haji sendiri adalah ibadah yang harus diawali dengan kepasrahan karena harus pergi jauh meninggalkan orang-orang yang dicintai dan harus berjuang menyelesaikan rangkaian kewajiban dan rukun haji. Kain ihram warna putih yang dipakai jamaah pun sudah menandai bahwa para jamaah haji pasrah atas takdir Allah swt seperti mayit yang terbungkus kain kafan. Dengan kepasrahan ini tentunya akan menjadikan para calon jamaah haji lebih tenang dalam beribadah. Sehingga wajar ada yang menyebutnya sebagai puncak kepasrahan dalam sikap keberagamaan pada diri seseorang dalam rangkaian memenuhi perintah ajaran seperti yang diisyaratkan dalam rukun Islam yang lima. Inilah, mungkin hikmah mengapa haji ditempatkan pada posisi rukun Islam yang kelima.
Allahu Akbar 3X wa Lillah al-Hamdu, Ma‘ashir al-Muslimin wa al-Muslimat Rahimakumullah
Selanjutnya, ibadah kedua dan yang ketiga di bulan Dzulhijjah adalah pelaksanaan shalat ‘Id dan penyembelihan hewan qurban. Hari ini kita disunnahkan dengan sunnah yang kokoh (muakkadah) untuk melaksanakan shalat Idul Adha. Kita juga digerakkan olehNya dalam melaksanakan kedua ibadah ini lebih-lebih di masa pandemi covid-19 yang lalu, ini pun juga tidak bisa dilepaskan dari petunjuk dan hidayah Allah swt. Khusus pengorbanan harta melalui hewan qurban, akan semakin mendekatkan kita dengan Allah swt. Hal ini selaras dengan makna qurban itu sendiri yakni berasal dari bahasa Arab qariba-yaqrabu-qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat. Sehingga ibadah qurban adalah mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya. Dari hal ini kita bisa menarik dua hikmah dari ibadah qurban. Pertama adalah hikmah vertikal, yakni semakin dekatnya kita kepada Allah Swt; dan kedua adalah hikmah horizontal yakni kedekatan dengan sesama manusia dengan saling berbagi rezeki.
Qurban tidak hanya soal ibadah, berqurban mengandung manfaat ekonomi yang besar, terutama dalam masa sulit seperti saat ini. Oleh sebab itu para dermawan untuk meluaskan pandangan terhadap ibadah qurban. Qurban, bukan hanya perihal ritual yang dikerjakan selama satu hari dalam setahun. Tapi qurban memikirkan bagaimana hewan itu dibeli, bagaimana dia dikumpulkan, bagaimana gerak para petani, para peternak, para distributor, pemilik lahan (booth) di pasar atau di pinggir-pinggir jalan, sehingga sampai kepada pembeli. Ini tentu melibatkan banyak pihak. Demikianlah cara sunnatullah menggerakkan ekonomi umat, dan akhirnya geliat perekonomian akan terus berputar tanpa pernah berhenti.
Pantas al-Qur’an menunjukkan adanya anjuran supaya berqurban untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, yaitu dengan menyembelih binatang ternak. Dalam QS. al-Kautsar (108) ayat 1-3 sebagaimana telah disinggung dalam muqaddimah khutbah, bahwa dalam surat tersebut menunjukkan agar senantiasa beribadah hanya kepada Allah Swt. Berqurban sebagai tanda bersyukur atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya, juga dalam rangka merawat hidayahNya yang berujung tergapainya hikmah, yaitu menjadi pribadi-pribadi yang senantiasa bertakwa. Sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al-Hajj (22): 37:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai [keridhaan] Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Akhirnya dalam situasi seperti ini, kita hendaknya memperbanyak sedekah, doa, istighfar, selawat, zikir, dan bacaan al-Qur’an. Kita semua berdoa semoga musibah ini segera berlalu dan situasi kembali normal dan lebih baik lagi. Kita mengambil hikmah dari musibah ini bahwa kita semakin dekat kepada Allah Swt, lebih banyak waktu bersama keluarga di rumah, lebih luang waktu berkomunikasi dengan orang terdekat, kolega, rekan, dan tetangga.
Demikian khutbah pertama ini semoga bermanfaat untuk kita semua, mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan serta terima kasih atas perhatiannya.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II (الخطبة الثانية)
اللهُ اَكْبَرْ (×7)
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ إِنّا نعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ.
Ya Allah saat-saat yang syahdu ini, kami segenap hamba-hamba-Mu, berkumpul, bersimpuh di tempat yang suci yang penuh rakhmat, menyebut namaMu yang agung, berzikir, bermunajat kepadaMu dengan takbir, tahmid, dan tahlil.
Ya Allah, bersihkan hati dan jiwa ini dari hasad dan dengki, persatukan jiwa-jiwa ini dalam cinta karenaMu dan dalam ketaatan kepadaMu, jangan Engkau biarkan setan musuhMu menggerogoti persaudaraan kami.
Ya Rabbi, ampuni kami atas kekhilafan dan dosa kami kepada anak-anak kami, suami/istri kami, karena masih bayak kekurangan mendidik secara maksimal dan membahagiakan mereka.
Ya Rabb, karuniakan kami jasad yang terpelihara dari maksiat, terpelihara dari harta haram, makanan haram, perbuatan haram. Izinkan jasad ini pulang menuju rahmatMu kelak, jasad yang suci dan bersih.
Ya Rabb, bukakan pintu hati kami agar selalu sadar bahwa hidup ini hanya mampir sejenak, hanya Engkau tahu kapan ajal menjemput kami, jadikan sisa umur ini menjadi jalan kebaikan bagi ibu bapak kami, jadikan kami menjadi anak yang saleh yang dapat memuliakan ibu-bapak kami, a>mi>n ya> Rabbal ‘A<<<lami>n.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُاللهِ وَ بَرَكَاتُهُ