Ajang bergengsi bagi mahasiswa pecinta budaya Jepang, Lomba Pidato dan Esai Bahasa Jepang ke-9, kembali digelar. Kompetisi yang diselenggarakan di Universitas Darma Persada Jakarta ini merupakan hasil kolaborasi antara Komaru Transportation Foundation, Fukuyama City University, dan Universitas Darma Persada.
Salah satu finalis yang berhasil mencuri perhatian adalah Ning Tuhfah Mazya, atau akrab disapa Ning Zia. Ia merupakan mahasiswi Universitas Indonesia (UI) sekaligus santri di Pesantren Mahasiswi (Pesmi) Al-Hikam Depok.
Ning Zia adalah putri KH. M. Islah Noer dan Nyai Hj. Mudliatun Nachiyah, pengasuh Pondok Pesantren Nur Annajiah, Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur. Dari garis keturunan ayahnya, Ning Zia merupakan cicit dari Almaghfurlah KH. Makki Syarbini pendiri Ponpes. Asshomadiyah.
Proses seleksi lomba ini berlangsung ketat, dengan peserta dari berbagai universitas di Indonesia mengirimkan esai terbaik mereka. Dari seleksi tersebut, terpilih lima finalis yang diundang untuk menyampaikan pidato secara langsung di hadapan dewan juri pada Sabtu, 14 Desember 2024. Para finalis berasal dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Hasanuddin (UNHAS), Universitas Sumatera Utara (USU), dan Universitas Darma Persada (UNSADA) sebagai tuan rumah.
Dalam pidatonya, Ning Zia mengangkat tema tentang bahaya pengemudi di bawah umur, yang menurutnya menjadi salah satu masalah besar di Indonesia. Ia menyoroti bahwa pengemudi di bawah umur tidak hanya membahayakan dirinya sendiri, tetapi juga orang lain di jalan raya.
“Saya ingin menekankan bahwa orang tua, masyarakat, dan pemerintah harus lebih serius dalam menangani masalah ini. Jangan hanya membiarkan pengemudi di bawah umur berkeliaran di jalan, tetapi lakukan upaya konkret untuk mencegahnya,” tegas Ning Zia.
Persiapan Ning Zia untuk kompetisi ini tidaklah mudah. Ia diberi waktu sekitar dua minggu untuk merevisi teks pidatonya agar lebih kuat dan sesuai dengan tema. Setelah itu, ia fokus menghafal dan melatih penyampaian pidato tersebut, termasuk berlatih di depan dosen dan teman-teman untuk mendapatkan masukan. Tantangan utamanya adalah tampil percaya diri di depan publik menggunakan bahasa Jepang
“Berbicara di depan umum, apalagi menggunakan bahasa Jepang, butuh persiapan mental yang kuat,” ujarnya.
Pada hari perlombaan, Ning Zia berhasil tampil percaya diri meski sempat merasa gugup. Saat pengumuman juara, ia tak menyangka namanya disebut sebagai peraih juara 2.
“Alhamdulillah, saya sangat bersyukur. Awalnya saya hanya ingin melakukan yang terbaik tanpa terlalu berharap. Ketika nama saya diumumkan, rasanya lega dan bahagia karena usaha selama ini terbayar,” ungkapnya penuh rasa syukur.
Menurut Ning Zia, kunci keberhasilannya adalah latihan yang konsisten serta dukungan dari dosen dan teman-teman yang selalu menyemangatinya.