Wamin Ta’dzīmi Syaikh, Ta’dzīmu Aulādihi: Adab Tasawuf di Tengah Modernitas

Dalam khazanah tasawuf, ada sebuah ungkapan yang menggambarkan kedalaman adab seorang murid terhadap gurunya:

وَمِنْ تَعْظِيمِ الشَّيْخِ تَعْظِيمُ أَوْلَادِهِ

Termasuk memuliakan seorang guru adalah memuliakan anak-anaknya.

Ungkapan ini berakar dari tradisi adab al-‘ilm yang hidup di kalangan para sufi dan ulama. Dalam pandangan mereka, ilmu bukan sekadar transmisi pengetahuan, tetapi juga warisan cahaya (nūr) yang diturunkan melalui sanad batin, dari hati ke hati. Maka, memuliakan anak-anak guru bukan hanya bentuk penghormatan sosial, melainkan penjagaan terhadap keberkahan sanad ruhani.

Adab Sebagai Jalan Ruhani

Tasawuf mengajarkan bahwa adab mendahului ilmu. Ada juga ungkapan:

الطريق كله أدب

Seluruh jalan menuju Allah adalah adab.

Dengan adab, seorang murid menjaga hatinya dari kesombongan dan menjaga ilmunya dari kehilangan makna. Maka, ta’dzīmu syaikh (mengagungkan guru) bukanlah bentuk pengkultusan, tetapi kesadaran bahwa seorang guru adalah wasilah (perantara) antara murid dengan hakikat kebenaran.

Ketika seorang murid juga menghormati keluarga gurunya, ia sedang menjaga “cahaya” yang telah dititipkan lewat garis kasih dan keberlanjutan spiritual. Dalam bahasa para sufi, barakah tidak hanya mengalir lewat ilmu yang dihafal, tetapi juga lewat rasa hormat yang dijaga.

Dimensi Sosial dan Spiritualitas Adab

Dalam masyarakat tradisional pesantren, nilai ini tampak nyata, anak-anak kiai atau mursyid seringkali dihormati bukan karena status sosialnya, melainkan karena mereka dianggap bagian dari dzurriyyah al-barakah keturunan yang menanggung keberlanjutan cahaya keilmuan dan akhlak sang guru.

مَنْ عَلَّمَكَ حَرْفًا صِرْتَ لَهُ عَبْدًا

Barang siapa mengajarimu satu huruf, maka engkau telah menjadi hambanya dalam kebaikan.

Ungkapan ini menegaskan bahwa hubungan antara murid dan guru adalah ikatan ruhani yang bersandar pada cinta (mahabbah) dan adab, bukan pada formalitas intelektual.

Adab di Tengah Modernitas

Namun di tengah arus modernitas, nilai-nilai seperti ta’dzīm seringkali dipandang usang. Rasionalitas dan egalitarianisme membuat sebagian orang menganggap penghormatan berlebihan sebagai bentuk feodalisme spiritual. Padahal, ta’dzīm bukan persoalan posisi sosial, tetapi disiplin hati, bagaimana seseorang menempatkan ilmu dan guru pada maqām yang terhormat.

Modernitas sering mengajarkan kebebasan berpikir, tetapi lupa menanamkan kerendahan hati dalam belajar. Dalam tasawuf, kebebasan tanpa adab justru melahirkan kesombongan intelektual, sementara adab melahirkan kedalaman spiritual.

Dengan demikian, menjaga ta’dzīm bukan berarti menolak berpikir kritis, tetapi menyeimbangkan rasionalitas dengan rasa hormat. Dalam bahasa Rumi:

العلم بلا أدب كنار بلا حطب

Ilmu tanpa adab ibarat api tanpa kayu bakar, cepat padam.

Menjaga Keberkahan Sanad

Dalam tradisi sufi, keberkahan (barakah) tidak lahir dari banyaknya pengetahuan, melainkan dari ketulusan menjaga hubungan ruhani. Seorang murid yang menjaga adab terhadap guru dan keluarganya sesungguhnya sedang menjaga kesinambungan sanad al-ma‘rifah, jaringan batin yang menghubungkan manusia dengan cahaya Ilahi. Sebagaimana ungkapan:

من فتح له باب الأدب أغلق عنه باب القبول

Barang siapa dibukakan pintu adab, maka akan dibukakan pula pintu penerimaan (maqbul di sisi Allah).

Maka, وَمِنْ تَعْظِيمِ الشَّيْخِ تَعْظِيمُ أَوْلَادِهِ adalah simbol kesetiaan ruhani, bahwa penghormatan sejati tidak berhenti pada sosok, tetapi berlanjut pada nilai, akhlak, dan keturunan yang menjadi penerusnya.

Adab Sebagai Warisan Zaman

Di tengah zaman yang serba cepat dan rasional, ajaran ini mengingatkan kita untuk kembali menata hati: bahwa ilmu tanpa adab kehilangan nur, dan penghormatan tanpa cinta hanyalah formalitas.

Menjaga ta’dzīm terhadap guru dan keluarganya berarti menjaga keseimbangan antara ilmu dan keberkahan, antara pikiran dan rasa, antara dunia dan ruh.

Adab, pada akhirnya, adalah jembatan abadi yang menghubungkan manusia dengan kehadiran Ilahi di tengah kehidupan modern.

Penulis: Badiul Hadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *