Kiai Muad: Meneladani Keikhlasan dan Kebermanfaatan Sang Pewaris Perjuangan

Dalam suasana penuh kebersamaan, para alumni dan santri wilayah Jabodetabek berkumpul dalam acara silaturahmi mengenang dan meneruskan perjuangan para muassis Pondok Pesantren Asshomadiyah. Figur sentral yang mendapat perhatian khusus dalam acara ini adalah KH. Abdullah Muad Makki, atau yang akrab disapa Kiai Muad, sebagai sosok penerus nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para pendahulu.

Dalam sambutannya yang hangat, Kiai Muad mengungkapkan rasa syukur atas terselenggaranya acara ini. “Saya sangat bersyukur dengan acara ini, bisa silaturahmi dan semoga bisa membawa berkah bagi kita semua,” ungkapnya penuh harap. Lebih dari sekadar pertemuan, momen ini menjadi ruang refleksi dan penguatan kembali ikatan spiritual dan sosial di kalangan alumni serta pengasuh pondok pesantren.

KH. M. Yasin Nur, Lc., Pengasuh Ponpes Alfath Jalen, menyampaikan pentingnya semangat meneruskan perjuangan para muassis. Ia menekankan, “Pengasuh Ponpes Asshomadiyah saat ini sudah datang dengan semangat, maka alumni juga harus semangat, terutama dalam meneruskan perjuangan pendiri pondok.”

Sementara itu, KH. Abdul Mukti mengutip pemikiran Imam Al-Ghazali tentang tazkiyatun nafs proses pensucian hati dari sifat tercela menuju akhlak mulia. Salah satu sarana paling efektif menurut Imam Ghazali adalah silaturahmi, yang terbukti menjadi jembatan kebaikan dan keberkahan dalam kehidupan sosial.

Menelusuri jejak keteladanan, Kiai Muad adalah sosok yang terus meneladani akhlak luhur Kiai Makki Syarbini, ayahanda sekaligus guru spiritualnya dan Pendiri Ponpes Asshomadiyah. Kiai Makki dikenal sebagai tokoh senang yang merangkul semua kalangan kaya, miskin, dan biasa tanpa membedakan. Tokoh-tokoh nasional yang berkunjung ke Madura pun diarahkan untuk menginap di rumah saudara-saudaranya, bukan di pondok, sebagai wujud penghargaan terhadap keluarga dan masyarakat sekitar.

Keteladanan Kiai Makki juga ditunjukkan melalui pendidikan langsung kepada anak-anaknya. Salah satu kisah yang dikenang adalah saat Kiai Makki mengajak Kiai Muqofi mengunjungi seorang keluarga miskin. Ketika tuan rumah lama tidak muncul karena mencari jamuan, Kiai Makki justru memberinya santunan sebelum pulang. Ketika ditanya, beliau menjawab, “Nak, orang itu kalau kita tidak datang, sampai kapanpun takkan ada yang memberi.”

Pesan penting yang diwariskan: “Jangan berpikir menjadi nomor satu, tapi berpikirlah menjadi orang yang disenangi dan bermanfaat bagi orang lain.”

Semangat ini terus hidup dalam diri Kiai Muad, yang hari ini tak hanya menjaga warisan spiritual keluarga dan pondok, tetapi juga menebar manfaat dan keteladanan bagi masyarakat luas. Silaturahmi ini bukan hanya nostalgia, tetapi peneguhan untuk terus menapaki jalan perjuangan, dengan cinta, keikhlasan, dan kebermanfaatan sebagai fondasi utama.

Acara ditutup dengan doa oleh Habib Soleh Al Habsy dari Lubangbuaya, Jakarta Timur. Dilanjut acara informal rapat alumni.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *